SULING EMAS NAGA SILUMAN : JILID-19
“Ehhh, mengapa? Mengapa tidak kau lanjutkan bicaramu?” Kang Bu bertanya sambil memandang heran, melihat betapa dara itu memanggilnya kemudian menunduk, dan kelihatannya seperti ragu-ragu dan bimbang.
“Aku hendak bertanya sesuatu, akan tetapi takut Susiok marah.”
Kang Bu tertawa, ketawanya bebas lepas. “Ha-ha-ha-ha, engkau aneh sekali, Yu Hwi. Pernahkah aku marah kepadamu? Dan pula, kenapa aku harus marah?”
Yu Hwi mengingat-ingat dan memang belum pernah susiok-nya ini marah. Semenjak dia diperkenalkan kepada para penghui Lembah Suling Emas, dia merasa amat takut kepada toa-susiok-nya, yaitu Cu Han Bu yang sikapnya pendiam, serius dan kelihatan galak. Juga dia tidak pernah bicara dengan ji-susiok-nya, yaitu Cu Seng Bu yang juga pendiam. Hanya kepada sam-susiok ini saja dia merasa suka dan cocok, dan susiok-nya ini selain amat ramah dan baik, juga usianya tidak banyak selisihnya dengan dia. Susiok-nya ini paling banyak baru berusia tiga puluh empat tahun. Apalagi semenjak diperkenalkan, dari sinar mata sam-susiok-nya ini dia tahu bahwa pendekar gagah ini tertarik dan sayang kepadanya. Naluri kewanitaannya amat tajam dan tentu saja dia dapat menangkap hal ini.
“Tapi aku merasa khawatir kalau-kalau engkau marah mendengar pertanyaanku ini, Sam-susiok.”
“Ha-ha, kalau aku marah, biarlah engkau hitung-hitung mengalami satu kali mendapat marah dariku!” Pendekar itu kemudian memandang dengan matanya yang lebar dan mencorong. “Yu Hwi, katakanlah, apa yang akan kau tanyakan kepadaku?”
“Sam-susiok.... aku ingin sekali tahu lebih banyak tentang keluargamu, keluarga Suling Emas yang amat sakti itu. Kulihat Toa-susiok sudah menduda, padahal dia belum tua benar, dan Pek In semenjak kecil tidak beribu. Kenapa Toa-susiok tidak pernah menikah lagi, Susiok? Dan juga Ji-susiok tidak pernah menikah....”
“Ahh, engkau tidak tahu, Yu Hwi. Twako kematian isterinya yang sangat dicintainya dan dia tidak berani menikah lagi, tidak melihat adanya wanita yang dapat menggantikan isterinya, apalagi setelah melihat betapa mendiang Twako Cu San Bu suami Subo-mu itu menderita karena ulah isterinya. Maka dia tidak percaya lagi kepada wanita dan memilih tidak kawin lagi selamanya. Ada pun Ji-ko Cu Seng Bu, dia.... dia itu memiliki penyakit sejak kecil, penyakit yang tak dapat disembuhkan dan jika dia menikah, maka penyakit itu akan membahayakan nyawanya. Selain itu, dia melihat kehidupan yang sengsara dari mendiang Twako Cu San Bu dan Cu Han Bu sehingga dia merasa ngeri untuk menikah.”
“Akan tetapi, keluarga Cu belum memiliki keturunan seorang laki-laki….“
Cu Kang Bu menghela napas panjang. “Memang hal itu kadang-kadang membuat kami gelisah. Akan tetapi semenjak datang Sim Hong Bu, hati kami terhibur. Anak itu baik sekali, dan memiliki bakat yang amat besar. Dia telah dipilih oleh mendiang Toapek, dan ternyata dia dapat mewarisi ilmu kami dengan baik. Biarlah dia yang menjadi murid dan juga keturunan kami, siapa tahu dia kelak akan dapat menjadi suami Pek In seperti yang telah direncanakan dan diharapkan oleh Twako Han Bu....“
“Ahh, apakah di antara Sumoi dan Sute itu ada pertalian cinta....?”
Yang ditanya menggeleng kepada. “Mereka itu masih terlalu muda kiraku untuk itu, akan tetapi hubungan di antara mereka cukup baik. Engkau tahu, murid kami Hong Bu itu memang hebat sekali. Dia bahkan sudah berhasil, atau hampir berhasil melatih ilmu yang ditinggalkan oleh Ouwyang-toapek, ilmu yang amat sukar dan mukjijat itu....“
“Koai-liong Kiam-sut?”
Yang ditanya mengangguk dan sejenak mereka diam.
“Sam-susiok….“
“Ya....?”
“Bagaimana dengan kau sendiri?”
“Aku mengapa?”
“Maksudku.... eh, apakah engkau juga seperti Ji-susiok yang merasa ngeri menghadapi pernikahan dan menganggap tidak ada wanita yang patut menjadi.... ehh, jodohmu?”
Pertanyaan itu membuat wajah pendekar tinggi besar itu menjadi merah. “Aku.... eh, aku tidak pernah.... aku belum memikirkan soal jodoh....,“ jawabnya gagap. Pendekar sakti yang menghadapi ancaman maut apa pun juga akan bersikap tenang ini, menghadapi pertanyaan tentang jodoh itu menjadi gugup. Sungguh hebat!
“Ahh, Sam-susiok, kenapa?”
“Aku.... ehh, kurasa belum waktunya bagiku untuk memikirkan jodoh.”
“Belum waktunya? Menurut dugaanku, Sam-susiok tentu sudah berusia tidak kurang dari tiga puluh tiga tahun sekarang....”
“Sudah tiga puluh lima.”
“Nah, kenapa masih belum waktunya? Apakah engkau tidak juga hendak menikah kalau sudah berusia setengah abad?”
“Ha, bukan begitu, Yu Hwi, akan tetapi.... selama ini memang belum ada seorang gadis yang cocok untukku.... dan sekarang.... setelah ada yang cocok, hemm.... aku mungkin sudah terlalu tua untuknya.”
Yu Hwi adalah seorang dara yang sudah matang, maka tentu saja dia dapat menduga ke mana tujuan percakapan itu dan siapa yang dikatakannya tidak cocok itu. Dengan sikap seolah tidak tahu dan manja dia bertanya. “Siapakah dara itu, Susiok? Mengapa mengatakan terlalu tua? Aihhh, coba dengar ini kakek-kakek yang berusia seabad mengeluh....“ Dia menggoda.
Kang Bu tidak pandai bicara, akan tetapi sekali ini dia bercakap-cakap sampai sedemikian banyaknya dengan Yu Hwi, sungguh membuat dia sendiri merasa terheran. Mendengar godaan itu dia tersenyum, akan tetapi segera memandang tajam kepada Yu Hwi dan memegang tangan dara itu.
Sekali ini Yu Hwi memang terkejut, tidak dibuat-buat karena tak disangka-sangkanya bahwa pemuda itu akan memegang tangannya dan dia merasa betapa jari-jari tangan yang amat kuat itu menggenggam tangannya dan ada terasa getaran olehnya, getaran hangat dan mesra yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan.
“Yu Hwi, katakanlah, engkau pun seorang dara yang usianya sudah cukup dewasa, kenapa sampai sekarang engkau belum juga menikah?”
“Aku.... aku sudah ditunangkan dengan orang, Susiok!”
“Ah....!” Tiba-tiba Kang Bu menarik kembali tangannya seolah-olah dia telah memegang bara api, wajahnya pucat dan matanya terbelalak memandang kepada wajah dara itu. “Maafkan aku.... ahhh, mafkan aku....,“ katanya gagap. “Sungguh aku lancang.... nah, habislah harapan Cu Kang Bu!”
“Susiok, aku.... aku ditunangkan di luar kehendakku, di waktu aku masih kecil, dan karena itulah aku pergi minggat dari rumah Kakekku, tidak mau kembali lagi ke sana. Aku tidak sudi dipaksa berjodoh dengan orang yang bukan pilihanku sendiri. Aku telah membebaskan diri, dan yang menyatakan pertunangan itu adalah orang-orang tua, sedangkan aku tidak merasa terikat jodoh dengan siapa pun juga!”
Kata-kata yang tegas ini seakan-akan mengembalikan darah ke muka Kang Bu. Dia memandang dengan sinar mata mencorong, kemudian dia memegang lagi tangan Yu Hwi, harapannya pulih kembali. “Benarkah itu, Yu Hwi?”
“Aku bersumpah bahwa apa yang kukatakan itu setulusnya dari hatiku, Susiok.”
“Kalau begitu biarlah aku berterus terang. Aku.... aku telah menemukan wanita yang cocok dengan hatiku itu, Yu Hwi, dan wanita itu adalah engkau. Aku cinta padamu!”
Bukan main bahagia rasa hati Yu Hwi. Dia balas memegang tangan pemuda itu dan memandang dengan wajah berseri, dan senyum malu-malu. Dari pandangan matanya saja, sudah jelas terlukislah bahwa dia menerima cinta kasih pemuda itu dan bahwa pemuda itu tidak bertepuk tangan sebelah.
“Yu Hwiiii....!” Tiba-tiba terdengar suara panggilan subo-nya.
Yu Hwi terkejut dan melepaskan tangannya. “Sam-susiok, Subo memanggilku. Sampai jumpa nanti.... ah, aku bahagia sekali, Susiok!” Dan dara itu lalu meloncat dan berlari-lari meninggalkan Kang Bu menuju ke pondok subo-nya, diikuti pandangan Kang Bu yang tersenyum dengan hati penuh kebahagiaan.
Ketika ia duduk berhadapan dengan subo-nya, Yu Hwi dapat menduga bahwa tentu telah terjadi sesuatu karena sikap subo-nya tidak seperti biasa. Subo-nya kelihatan berwajah muram, bahkan seperti orang marah ketika memandang wajahnya.
“Yu Hwi, engkau jangan main-main dengan keluarga Lembah Suling Emas,” begitu dia berhadapan dengan Subo-nya, dia mendengar kata-kata yang aneh dan mengejutkan ini.
“Subo, apa maksud Subo dengan kata-kata itu?” tanyanya sambil memandang wajah gurunya dengan heran dan penuh selidik.
Sepasang mata subo-nya yang biasanya jeli dan cemerlang itu sekarang nampak agak muram dan terbayang kemarahan. “Engkau saling mencinta dengan Kang Bu, bukan?”
Yu Hwi tidak merasa terkejut karena dia tahu bahwa subo-nya adalah seorang yang berkepandaian tinggi, maka tentu sudah dapat menduga tentang hubungannya yang mesra dengan Kang Bu. Maka dia tidak mau banyak menyangkal, melainkan hanya mengangguk.
“Hemm, apakah engkau akan mengulangi pengalamanku yang pahit? Engkau jatuh cinta, kemudian menjadi isteri Kang Bu, berarti menjadi keluarga Lembah Suling Emas dan hidup terkurung di situ, seperti seekor burung dalam sangkar, tidak boleh keluar, tidak boleh berhubungan dengan dunia luar sampai engkau tua dan mati di situ!”
“Ehh, Subo! Apa artinya ini? Teecu tidak mengerti....”
“Tidak ingatkah engkau kepada apa yang kualami di lembah itu? Aku menjadi isteri mendiang Cu San Bu, kakak tertua mereka, dan aku hidup seperti boneka di dalam lembah itu, tidak pernah keluar, dan tidak diperbolehkan berhubungan dengan dunia luar. Siapa kuat? Siapa dapat bertahan? Maka ketika datang tamu yang menarik dan amat ramah, aku mudah tertarik, salah siapa? Dan kau ingat lagi ibunya Pek In! Mana mungkin dia dapat tahan hidup seperti burung dalam sangkar? Keluarga Cu itu adalah keluarga iblis! Mereka mau hidup enak sendiri, mau merahasiakan tempat mereka dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keluarga mereka. Mereka menganggap keluarga mereka sebagai keluarga langit, tak boleh dikotori dengan hubungan bersama manusia lain di luar lembah. Dan engkau mau membiarkan dirimu tersesat ke dalam neraka itu?”
“Ahhh....!” Yu Hwi benar-benar terkejut bukan main mendengar ini.
“Aku sebagai Gurumu, aku sayang kepadamu, maka kuperingatkan engkau tentang hal ini, karena aku akan pergi meninggalkan tempat ini.”
“Subo mau pergi....?”
“Benar, sekarang juga. Dan oleh karena itulah engkau kupanggil, bukan hanya untuk memperingatkanmu tentang hal tadi, akan tetapi juga untuk memberi tahu bahwa hari ini kita saling berpisah. Engkau harus tidak mengecewakan aku. Kau wakililah aku, temui See-thian Coa-ong dan kau kalahkan muridnya agar hatiku puas.”
“Baik, Subo. Akan tetapi, Subo sendiri.... hendak pergi ke manakah?”
Wanita itu menoleh dan memandang keluar pondok, ke arah puncak yang jauh di sana. “Entahlah, aku hendak pergi menurutkan kata hatiku. Aku sudah tidak tinggal dalam Lembah Suling Emas, maka aku bebas pergi ke mana pun juga. Dan aku mungkin tidak akan kembali lagi ke tempat ini untuk selamanya.”
“Tapi.... tapi ke mana Subo pergi? Agar teecu dapat tahu dan dapat menyusul kelak.”
“Mau apa kau menyusulku? Engkau kembalilah ke tempat asalmu, ke dunia ramai di timur. Aku akan merantau di pegunungan ini, Pegunungan Himalaya yang maha luas....”
“Subo akan pergi mencari Bu-taihiap?”
Tiba-tlba wanita itu bergerak dengan cepat dan tahu-tahu lengan tangan Yu Hwi sudah dicengkeramnya, “Bagaimana kau tahu?”
Yu Hwi tidak kaget dan juga tidak takut, melainkan tersenyum. “Subo demikian dekat dengan teecu, sudah seperti Ibu sendiri atau kakak sendiri. Subo pernah bercerita tentang Bu-taihiap, dan teecu tahu bahwa Subo masih mencintanya. Maka begitu Subo mengatakan hendak merantau ke Pegunungan Himalaya, siapa lagi yang Subo cari kecuali Bu-taihiap?”
Wanita itu mengangguk lesu, “Engkau memang cerdik sekali, muridku. Akan tetapi.... aku berhak menikmati hidupku, berhak meraih cintaku....“
“Demikian pula teecu, Subo.”
“Aku tahu, akan tetapi engkau akan sengsara kalau menjadi keluarga di Lembah Suling Emas.... tapi kau cerdik, engkau lebih cerdik dari pada aku, semoga saja kau berhasil mengatasi hal itu. Nah, kau berangkatlah mencari See-thian Coa-ong, muridku, aku pun akan pergi sekarang juga.”
Dua orang wanita itu sejenak saling berpandangan, kemudian mereka saling rangkul untuk beberapa lamanya. “Hati-hatilah engkau, muridku,” kata Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu lirih dan mereka lalu saling melepaskan rangkulan dan berpisahlah mereka.
“Akan tetapi janji itu masih kurang beberapa hari lagi, Subo.” Yu Hwi berkata ketika mereka akan berpisah.
“Memang, kurang sebulan lagi. Nah, aku pergi dulu, selamat tinggal, Yu Hwi.”
“Selamat jalan, Subo, harap Subo jaga baik-baik diri Subo,” kata dara itu dengan hati terharu. Memang, subo-nya berhak menikmati hidupnya, berhak meraih cintanya. Akan tetapi, pria yang dicinta oleh subo-nya itu telah beristeri! Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada wanita yang menjadi gurunya itu.
Setelah tiba waktunya, kurang lebih sebulan kemudian, berangkatlah Yu Hwi mencari See-thian Coa-ong di tempat pertapaan kakek itu. Dia berangkat dengan hati besar sebab selain dia percaya kepada diri sendiri dan merasa yakin akan dapat mengalahkan murid Raja Ular itu, juga dia merasa tenang karena dia tahu bahwa diam-diam kekasihnya atau juga paman gurunya, Cu Kang Bu, diam-diam membayanginya dari jauh seperti yang telah dijanjikan oleh pendekar sakti itu. Kang Bu tidak mau datang berterang membantu Yu Hwi karena hal ini amat merendahkan nama keluarga Lembah Suling Emas yang terkenal, maka dia hendak melindungi kekasihnya secara diam-diam saja.
Akan tetapi betapa kecewa hati Yu Hwi ketika dia tiba di tempat pertapaan kakek itu, seperti yang diberitahukan subo-nya, dia hanya mendapatkan kakek itu seorang saja! See-thian Coa-ong bangkit berdiri, menyambut kedatangannya dan kakek ini berkata dengan ramah.
“Jadi engkau adalah murid Cui-beng Sian-li, Nona? Memang hari ini adalah hari perjanjian antara Gurumu dan aku untuk saling menguji kepandaian murid masing-masing, untuk menentukan siapa di antara kami yang lebih becus mengajar murid. Akan tetapi sayang, muridku itu telah pergi setahun yang lalu. Ahh, dia masih kanak-kanak, tidak dapat bertahan menanti sampai lima tahun, Nona, dan dia telah pergi....” Kakek itu menarik napas panjang. “Oleh karena itu, biarlah aku tua bangka yang tiada gunanya ini sekarang mengaku kalah kepada Subo-mu, Cui-beng Sian-li karena aku tidak dapat memenuhi janji.”
Yu Hwi mengerutkan alisnya, hatinya kecewa dan dia merasa penasaran sekali. Dia tahu bahwa gurunya memang suka kepadanya dan suka pula mengajarkan ilmu-ilmu silat kepadanya, akan tetapi di samping itu, gurunya mengajarnya selama lima tahun juga dengan maksud agar dia dapat mengalahkan murid kakek ini. Dan sekarang, harapan dari subo-nya itu dikesampingkan begitu saja, dengan sedemikian mudahnya seolah-olah janji itu hanya main-main belaka. Bagaimana dia akan menjawab kalau subo-nya kelak bertemu dengan dia dan bertanya tentang pertandingan itu? Lalu apa buktinya terhadap subo-nya yang telah dengan susah payah melatihnya selama lima tahun itu?
“See-thian Coa-ong, mana mungkin engkau membatalkan janji selama lima tahun dengan demikian mudahnya? Jika memang muridmu itu takut menghadapi aku, kenapa engkau membuat janji lima tahun yang lalu? Kalau begitu, biarlah engkau saja mewakili muridmu dan aku mewakili Guruku! Pertandingan lima tahun yang lalu kita lanjutkan sekarang.”
“Ahh, jangan begitu, Nona. Mana mungkin aku yang tua bangka ini melawan engkau yang masih muda? Lawanmu adalah muridku, dan karena muridku kini tidak ada....“
“Maka engkaulah yang menjadi wakilnya, See-thian Coa-ong. Nah, majulah!” Yu Hwi menantang.
Kakek itu menggeleng kepala. “Aku sudah tua....”
“Kalau begitu kau berlututlah menghadap ke barat dan mengaku kepada Subo bahwa engkau kalah olehnya!” kata Yu Hwi.
Kakek itu tersenyum. “Eh, mana mungkin ini? Aku mengaku kalah cara mengajar murid, bukan kalah bertanding.”
“Kalau begitu sambutlah ini. Haiittt....!” Yu Hwi mengeluarkan suara melengking sebelum menyerang, kemudian dia menerjang maju mengirim serangan kepada kakek itu!
“Ehh....!” See-thian Coa-ong cepat mengelak sehingga serangan pertama itu luput, akan tetapi Yu Hwi sudah menerjangnya lagi kalang-kabut sehingga kakek itu harus cepat mengelak dan menangkis karena serangan-serangan yang dilakukan oleh gadis itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan.
Kepandaian Yu Hwi pada waktu itu telah mencapai tingkat tinggi sekali sehingga tidak sembarang orang akan mampu bertahan terhadap serangan-serangan yang dilakukan untuk memaksakan kemenangan ini. Akan tetapi See-thian Coa-ong adalah seorang pertapa sakti yang tingkat kepandaiannya seimbang dengan tingkat Cui-beng Sian-li, maka tentu saja dia mampu melindungi dirinya dari serangkaian serangan yang dilakukan oleh Yu Hwi. Akan tetapi karena kakek ini sama sekali tidak pernah membalas serangan-serangan itu, dan hanya bertahan saja, maka sudah tentu dia segera terdesak hebat dan berloncatan mundur sambil beberapa kali menangkis.
Pada saat itu, nampak sesosok tubuh ramping berlari-lari mendatangi dari jauh menuju ke tempat itu dan setelah dekat, terdengar suara orang yang datang ini berseru keras. “Siapa berani menghina Suhu?”
Yang datang itu bukan lain adalah Ci Sian! Seperti kita ketahui, Ci Sian ditolong oleh Pendekar Suling Emas Kam Hong, lalu ketika mereka saling menceritakan pengalaman, Ci Sian bercerita kepada pendekar itu tentang diri Yu Hwi, calon isteri yang dicari-cari oleh pendekar itu. Mendengar ini, Kam Hong menjadi girang sekali dan dia minta kepada Ci Sian untuk mengantarkan dia menemui Yu Hwi di kaki Bukit Lembah Suling Emas. Selain ingin bertemu dengan Yu Hwi, juga Kam Hong tertarik sekali mendengar tentang lembah yang bernama Lembah Suling Emas itu dan ingin menyelidikinya.
Di sepanjang perjalanan, mulailah Kam Hong memberi petunjuk-petunjuk kepada Ci Sian dalam ilmu silat, terutama sekali untuk memberi dasar kepada dara ini agar dapat menerima ilmu-ilmu yang mereka dapatkan bersama dari catatan di tubuh kakek kuno! Kam Hong juga mulai melatih Ci Sian cara memainkan suling, dan untuk memudahkan latihan, Kam Hong membuatkan sebuah suling bambu gading untuk dara itu.
Karena tempat pertapaan See-thian Coa-ong berada di antara perjalanan menuju ke Lembah Suling Emas, maka Ci Sian mengajak Kam Hong untuk singgah di tempat pertapaan kakek itu karena dia hendak menjenguknya. Ketika dari jauh dia melihat suhu-nya sedang diserang oleh seorang wanita, dan suhu-nya itu hanya mengelak dan menangkis tanpa membalas, Ci Sian terkejut dan marah sekali, maka berlarilah dia secepatnya ke tempat itu meninggalkan Kam Hong sambil berteriak-teriak marah.
Mendengar teriakan itu, Yu Hwi meloncat ke belakang dan See-thian Coaong berseru girang sekali, “Ci Sian....!”
Sementara itu, Ci Sian sudah mengenal Yu Hwi dan dia berkata, “Hemmm, kiranya engkau yang menyerang Suhu? Suhu, mengapa dia menyerang Suhu?”
“Ci Sian, lupakah kau? Hari ini adalah hari perjanjian antara Gurumu dan Gurunya. Syukur engkau datang....”
“Ahh, kiranya begitu? Bagus, aku sudah datang. Engkau Yu Hwi murid Ciu-beng Sian-li, bukan? Hayo, akulah lawanmu, jangan menghina orang tua!”
Yu Hwi tersenyum mengejek, memandang kepada dara yang cantik itu, cantik dan muda, kelihatan masih hijau maka tentu saja dia tidak gentar. “Bagus, memang engkau yang kucari untuk menentukan guru siapa yang lebih pandai. Aku menyerang Gurumu sebagai penggantimu, gara-gara engkau ketakutan dan melarikan diri setahun yang lalu!”
“Apa? Aku melarikan diri? Aihhh, engkaulah manusia yang paling sombong di dunia ini, yang paling tak tahu diri, kejam dan angkuh!” Ci Sian teringat betapa wanita ini telah meninggalkan Kam Hong dan menyia-nyiakan kesetiaan Kam Hong, membuat pendekar itu selama bertahun-tahun menderita.
Yu Hwi terbelalak, tidak mengerti mengapa dara remaja itu agaknya amat marah dan benci kepadanya! “Hemm, tidak perlu banyak mulut, kalau memang ada kepandaian, kau majulah!” tantangnya.
“Baik, baik! Aku akan melawanmu sampai selaksa jurus!” bentak Ci Sian dan dua orang wanita yang sama-sama cantik manis itu sudah saling terjang, entah siapa yang lebih dulu menyerang karena keduanya sudah sama-sama menyerang!
Tentu saja mereka berdua juga terkejut dan kini mereka keduanya mengelak. Terjadilah kini pertempuran yang amat seru dan hebat, jauh bedanya dengan tadi ketika Yu Hwi menyerang See-thian Coa-ong karena kakek itu sama sekali tak membalas. Kini kedua orang muda itu saling serang dengan dahsyatnya!
See-thian Coa-ong sudah duduk bersila dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar. Kakek ini memang mempunyai semacam penyakit, yaitu suka sekali menonton orang bertanding silat dan suka pula bertanding sendiri mengadu kepandaian, namun bukan bertanding didasari marah atau benci, melainkan semata-mata karena suka bersilat dan bertanding silat, seperti bertanding olah raga, lupa bahwa bertanding silat sama sekali tidak dapat disamakan dengan pertandingan olah raga atau catur umpamanya karena dalam ilmu silat terdapat ancaman-ancaman maut yang mengerikan. Sedikit pun tidak ada sikap berat sebelah atau ingin membantu muridnya dalam hati Coa-ong, sungguh pun, seperti seorang botoh adu jago, dia ingin melihat muridnya menang. Baginya, kalah menang, luka atau mati sekali pun dalam adu ilmu silat, bukan apa-apa dan bukan hal yang dapat dibuat sesalan!
Pertandingan silat itu sungguh hebat bukan main. Setelah menerima petunjuk-petunjuk dari kekasihnya, yaitu Cu Kang Bu, ilmu kepandaian Yu Hwi telah meningkat hebat. Dia bersilat dengan ilmu silat yang dipelajarinya dari subo-nya, yang memang sengaja dilatihnya dengan tekun untuk menghadapi murid See-thian Coa-ong, yaitu Ilmu Silat Pat-hong-sin-kun. Di samping memainkan ilmu silat yang banyak ragamnya, dan yang kedudukan kakinya mengatur kedudukan Pat-kwa ini, Yu Hwi juga mempergunakan tenaga sinkang untuk melancarkan pukulan dari Ilmu Kiam-to Sin-Ciang sehingga kedua tangannya itu seolah-olah berubah menjadi pedang dan golok! Hebatnya ilmu ini bukan kepalang!
Akan tetapi lawannya, Ci Sian, biar pun masih muda, namun memang sudah memiliki ilmu kepandaian yang hebat pula. Tak percuma See-thian Coa-ong menggemblengnya selama empat tahun dan menurunkan Ilmu Sin-coa Thian-te-ciang (Ilmu Silat Bumi Langit Ular Sakti) yang hebat. Ilmu ini adalah ciptaan See-thian Coa-ong sendiri, digabung dari Ilmu Silat Thian-te-kun dengan gerakan-gerakan binatang ular yang lincah! Karena dia sendiri merupakan seorang pawang ular yang sudah dijuluki Raja Ular, tentu saja dia mengenal baik gerakan-gerakan ular dan dia mengambil bagian-bagian yang amat lincah dari gerakan-gerakan ular yang bertarung dan menciptakan gerakan-gerakan ini menjadi ilmu silat digabungkan dengan Ilmu Silat Thian-te-kun.
Maka sekarang setelah Ci Sian memainkan Ilmu Silat Sin-coa Thian-te ciang, gerakan-gerakannya amat aneh, lincah dan tidak terduga-duga sehingga Yu Hwi sendiri sampai menjadi kaget dan kagum. Akan tetapi, andai kata dara remaja ini tidak menerima petunjuk-petunjuk dari Kam Hong, tentu dia akan kalah menghadapi ilmu silat Yu Hwi yang lebih matang. Baiknya, latihan-latihan yang diberikan Kam Hong baru-baru ini telah membangkitkan sinkang yang luar biasa dalam diri Ci Sian hingga mampu mengimbangi pukulan-pukulan Kiam-to Sin-ciang dari lawan yang amat berbahaya itu. Maka terkejut dan kagumlah Yu Hwi ketika sambaran angin pukulan Kiam-to Sin-ciang darinya dapat terpental kembali oleh hawa yang keluar dari kedua tangan dara remaja itu ketika menangkisnya.
Bukan main serunya pertandingan antara dua orang gadis itu, sehingga Kam Hong sendiri yang menonton dari jauh merasa kagum. Tidak disangkanya bahwa Yu Hwi, tunangannya yang bertahun-tahun tidak pernah di jumpainya itu, kini sudah menjadi seorang wanita yang matang dan semakin cantik bahkan telah memiliki kepandaian yang tinggi. Akan tetapi dia juga kagum melihat Ci Sian, kagum dan bangga bahwa dara remaja itu ternyata mampu menghadapi Yu Hwi yang demikian lihainya! Dia melihat bakat yang amat baik pada diri Ci Sian dan mengambil keputusan untuk menurunkan Ilmu-ilmu yang mereka dapat dari tubuh jenazah kuno itu, karena Ci Sian juga berjasa dalam menemukan rahasia ilmu-ilmu itu.
Juga See-thian Coa-ong kegirangan bukan main menyaksikan pertandingan seru itu. Dia menggerak-gerakkan kedua tangannya, seperti seorang anak kecil yang nonton adu jago atau adu jangkerik dan tidak dapat menahan emosinya, ikut menjotos jika melihat muridnya menyerang dan ikut mengelak kalau melihat ada pukulan menyambar ke arah muridnya. Sungguh menggelikan dan lucu sekali tingkah kakek yang gila tontonan adu silat ini!
Hanya seorang yang menonton pertandingan itu dengan alis berkerut dan hati gelisah. Orang ini bukan lain adalah Cu Kang Bu! Dia adalah seorang pendekar sakti dan tentu saja dengan mudah dia dapat mengikuti jalannya pertandingan dan maklum bahwa kekasihnya tidak kalah oleh lawannya. Akan tetapi dia melihat pula bahwa tidaklah mudah bagi kekasihnya untuk mengalahkan lawan, karena dara remaja itu memang lihai sekali, terutama memiliki dasar ginkang dan sinkang yang aneh dan kuat. Sebagai seorang yang sedang jatuh cinta dan tergila-gila, tentu saja dia merasa amat khawatir kalau-kalau kekasihnya itu terluka. Membayangkan Yu Hwi terluka mendatangkan rasa ngeri dalam hatinya, maka diam-diam dia lalu mengerahkan khikang-nya dan bibirnya bergerak-gerak sedikit. Biar pun tiada suara yang keluar, namun nampaklah perubahan pada pertempuran itu!
Yu Hwi terkejut ketika tiba-tiba dia mendengarkan bisikan-bisikan di dekat telinganya. Dia tidak tahu suara siapa itu, karena hanya terdengar lirih berbisik-bisik seperti suara angin bermain pada daun-daun pohon, namun jelas sekali tertangkap olehnya dan ketika dia mendengar bahwa bisikan-bisikan itu merupakan petunjuk-petunjuk untuk gerakan-gerakannya selanjutnya, giranglah hatinya karena dia dapat menduga bahwa siapa lagi jika bukan Kang Bu yang memberi petunjuk kepadanya? Maka dia kemudian bergerak mengikuti petunjuk ini dan dalam beberapa jurus saja dia telah berhasil menampar pundak Ci Sian sehingga dara remaja ini terpelanting. Memang tidak tepat benar kenanya, akan tetapi setidaknya dia telah mampu mengenai tubuh lawan, maka dia mendesak lagi dengan penuh semangat sambil terus mentaati bisikan-bisikan yang memberi petunjuk itu!
Melihat ini, See-thian Coa-ong terkejut dan mengeluh, tetapi tiba-tiba dia merasa girang ketika dalam keadaan terdesak dan terhuyung, mendadak saja kaki Ci Sian bergerak sedemikian rupa dan ujung sepatunya dapat mencium betis lawan, membuat Yu Hwi juga terhuyung! Kiranya dalam keadaan terdesak itu, tiba-tiba Ci Sian mendengar suara bisikan yang amat jelas, memberi petunjuk kepadanya dan dia pun tahu bahwa suara itu tentu suara Kam Hong, oleh karena siapakah yang demikian saktinya untuk memberi petunjuk kepadanya? Suhu-nya tidak mungkin mau melakukan hal itu karena suhu-nya itu memang luar biasa ‘sportifnya’, tidak mau berlaku curang. Dan memang dugaannya itu benar.
Kam Hong amat khawatir menyaksikan keadaannya, apalagi ketika pendekar ini melihat seorang pria muda yang berdiri jauh di belakang Yu Hwi dan dia cepat mengheningkan cipta. Dia dapat merasakan getaran-getaran kuat datang dari pria itu, maka dia terkejut bukan main karena maklumlah dia bahwa pria itu amat lihai dan sedang mengirimkan suara dari jauh untuk membantu Yu Hwi! Maka, dia pun cepat mengerahkan khikang untuk membantu Ci Sian sehingga tanpa diduga-duga oleh Yu Hwi, Ci Sian yang kena ditampar pundaknya itu mampu membalas dan dapat menendang betis lawan.
Kini terjadi pertandingan yang semakin hebat. Gerakan-gerakan mereka menjadi makin aneh, akan tetapi setiap serangan amat hebat dan ganas, menyimpang dari gerakan semula, akan tetapi hebatnya, masing-masing lawan dapat saja menghindarkan diri dan membalas pula dengan serangan yang tidak kalah aneh dan dahsyatnya!
Kini See-thian Coa-ong berhenti menggerak-gerakkan kedua tangannya dan matanya terbelalak memandang ke arah pertempuran itu. Mulutnya ternganga karena dia melihat hal yang luar biasa sekali, yang hampir tak dapat dipercayainya. Dia seperti melihat betapa dua orang wanita itu berubah menjadi dua orang lain karena kini pertandingan itu berlangsung dengan hebatnya, dengan gerakan-gerakan yang amat aneh. Muridnya itu sama sekali tidak lagi menggerakkan ilmu Sin-coa Thian-te-ciang lagi! Dan gerakan lawan muridnya itu pun amat anehnya!
Yu Hwi dan Ci Sian kini hanya bergerak menurutkan petunjuk bisikan-bisikan itu saja, dan ternyata dengan menurut petunjuk-petunjuk itu, mereka masing-masing bisa selalu menghindarkan diri dari serangan lawan yang amat dahsyat, maka mereka lalu menurut secara membuta, maklum bahwa mereka masing-masing sudah dituntun oleh petunjuk-petunjuk yang dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat jauh lebih tinggi dari pada mereka!
Cu Kang Bu merasa terkejut bukan main menyaksikan kelihaian dara remaja itu. Akan tetapi dia segera melihat Kam Hong berdiri jauh di belakang Ci Sian dan maklumlah dia bahwa ada orang pandai yang melakukan hal yang sama dengan dia, yaitu membantu dara remaja itu dengan melalui Ilmu Coa-im-jip-bit (Mengirim Suara Dari Jauh). Dia merasa penasaran dan makin memperhebat petunjuknya, akan tetapi betapa kagetnya ketika melihat bahwa dara remaja itu tetap selalu dapat menghindarkan diri, bahkan membalas dengan serangan-serangan yang tidak kalah dahsyatnya! Juga Kam Hong menjadi kagum dan maklum bahwa orang yang membantu Yu Hwi itu benar-benar sakti dan luar biasa sekali!
Tiba-tiba terdengar suara teriakan nyaring sekali, menggetarkan seluruh tempat itu dan membuat dua orang wanita yang sedang bertanding itu terkejut dan meloncat mundur. Tiba-tiba saja di situ sudah berdiri Cu Han Bu yang tadi mengeluarkan teriakan nyaring, sikapnya tenang, akan tetapi suaranya mengandung penuh wibawa ketika dia berkata. “Hentikan semua pertandingan bodoh ini!”
Semua orang memandang kepada pendekar ini, seorang pria berusia empat puluh lima tahun, berpakaian sederhana, bertubuh tegap dan sedang, rambutnya sudah banyak putihnya dan rambut itu digelung ke atas, tidak dikuncir seperti pada umumnya di jaman itu. Inilah Cu Han Bu yang berjuluk Kim-kong-sian (Dewa Sinar Emas), tokoh pertama dari Lembah Suling Emas. Biar pun pakaian dan sikapnya sederhana, namun sungguh dia berwibawa sekali sehingga Kam Hong yang juga sudah menghampiri tempat itu memandang kagum. Kedua orang itu, Cu Han Bu dan Cu Kang Bu, benar-benar merupakan dua orang pria hebat dengan sinar mata yang mencorong membayangkan tenaga dalam yang amat hebat.
Sementara itu, See-thian Coa-ong juga terkejut melihat munculnya dua orang laki-laki gagah lain, yaitu Cu Kang Bu dan Kam Hong. Cepat-cepat dia bangkit berdiri dan menghampiri Cu Han Bu, memandang penuh perhatian lalu menjura dengan hormat.
“Harap maafkan kalau mataku yang sudah lamur ini tidak salah lihat. Apakah kini saya berhadapan dengan Kim-siauw San-kok-cu (Majikan Lembah Gunung Suling Emas) yang berjuluk dan bernama Kim-kong-sian Cu Han Bu?”
Cu Han Bu memandang pada kakek itu dengan sikap dingin akan tetapi cukup hormat. Dia membalas penghormatan kakek itu dan berkata, suaranya cukup ramah. “Harap See-thian Coa-ong tidak terlalu sungkan. Saya memang Cu Han Bu dan dia itu adik saya Cu Kang Bu.” Ia menuding ke arah adiknya, agaknya yang tinggi besar dan gagah perkasa itu.
“Aihhh, ternyata Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati)? Sungguh merupakan penghormatan besar bagiku dapat berjumpa dengan tokoh-tokoh besar Lembah Suling Emas!” kata See-thian Coa-ong dan Kang Bu membalas penghormatan orang dengan sikap bersahaja.
Mendengar semua ini, Kam Hong menjadi makin kagum. Dua orang itu memang hebat, pikirnya dan semakin tertariklah dia saat mendengar bahwa mereka berdua itu adalah majikan-majikan atau tokoh-tokoh Lembah Suling Emas.
“Coa-ong, kami sudah mendengar akan persaingan seperti kanak-kanak antara engkau dan Toaso kami.”
“Wah, wah.... Cui-beng Sian-li memang hebat dan bersemangat sekali, telah membuat perlombaan yang menggembirakan, sayang dia tidak hadir...,” kata kakek itu tersenyum.
“Dia sudah pergi dan tidak berada di daerah lembah lagi, Coa-ong. Oleh karena itu, habislah sudah semua perjanjian dan perlombaanmu dengan dia. Dan kami harap agar engkau suka menghentikan persaingan bodoh itu. Engkau dan Toaso telah melakukan permainan berbahaya, sehingga murid-murid diadu, bahkan engkau telah minta bantuan orang pandai. Perbuatanmu itu dapat membuahkan permusuhan-permusuhan!” kata Cu Han Bu dengan suara menegur dan dia menoleh dan memandang ke arah Kam Hong yang sejak tadi memandang kepada mereka dan kepada Yu Hwi yang kini berdiri dekat sekali dengan Kang Bu.
“Minta bantuan orang pandai? Ah, aku tidak minta bantuan siapa pun juga....!” See-thian Coa-ong berseru dan kini dia pun memandang kepada Kam Hong yang berdiri dekat Ci Sian dengan heran. Melihat betapa Ci Sian nampaknya sangat akrab dengan pemuda berpakaian sastrawan itu, dia menegur, “Ci Sian, muridku, siapakah temanmu itu?”
Kini Kam Hong melangkah maju dan dengan penuh hormat dia pun menjura kepada See-thian Coa-ong dan kepada dua orang pendekar sakti itu. Suaranya halus dan tenang ketika dia berkata. “Harap Sam-wi tidak salah mengerti. Sesungguhya saya tidak hendak mencampuri urusan Locianpwe ini, dan kedatangan saya di sini adalah untuk urusan pribadi. Maafkan saya!”
Dia lalu melangkah maju dan berdiri menghadapi Yu Hwi, memandang dengan tajam sampai beberapa lama. Yu Hwi melangkah mudur dan tanpa dia sengaja tangannya menyentuh tangan Kang Bu yang menggenggam tangan itu.
“Moi-moi, kuharap dengan hormat dan sangat agar engkau suka ikut bersamaku,” Kam Hong berkata dengan singkat saja karena dia tidak ingin banyak bicara dengan Yu Hwi di depan begitu banyak orang asing.
Wajah Yu Hwi sebentar pucat sebentar merah memandang kepada Kam Hong, lalu dia menoleh kepada Kang Bu, memegang tangan yang besar itu semakin kuat dan dia memandang lagi kepada Kam Hong, lalu berkata suaranya lirih namun tegas, “Aku tidak mau pergi bersamamu!”
Kam Hong mengerutkan alisnya. Tidak mungkin dia bicara banyak di depan banyak orang yang semua memandang kepadanya dan kepada Yu Hwi itu, karena yang akan dibicarakan adalah urusan pribadi. Dia merasa heran kenapa Yu Hwi tak mau mengerti akan hal ini dan mengapa gadis itu masih bersikap begitu keras kepala seperti seorang anak kecil saja.
“Dinda Yu Hwi, bertahun-tahun aku mencarimu dan setelah kita bertemu, mengapa kau bersikap begini? Aku hanya ingin bicara denganmu, dan orang-orang tua di rumah menanti-nanti.”
“Aku tidak mau pulang! Aku tak mau bicara lagi tentang urusan kita!” Yu Hwi berkata, di dalam suaranya terkandung isak.
“Hwi-moi....,” Kam Hong masih hendak membujuk. Betapa pun juga, baik perjodohan itu dilanjutkan atau dibatalkan, mereka harus dibicarakan dengan baik-baik di depan para orang tua yang menjodohkan mereka.
Mendadak terdengar suara lantang dan nyaring, besar dan kasar tetapi mengandung keterbukaan. “Memaksa seseorang yang tidak mau apalagi kalau yang dipaksa itu seorang wanita, merupakan perbuatan rendah dan pengecut!”
Kam Hong yang tadinya memandang kepada Yu Hwi, perlahan-lahan mengalihkan pandangannya dan kini dia memandang kepada wajah yang gagah perkasa itu. Sejenak dua pasang mata yang mencorong seperti mata naga-naga sakti itu saling pandang, seolah-olah kedua orang pendekar sakti ini sudah saling serang melalui sinar mata mereka dan keduanya tak ada yang mau tunduk, keduanya memiliki kekuatan pandang mata yang luar biasa.
Kam Hong tersenyum tenang dan suaranya juga halus ketika dia berkata, “Mencampuri urusan pribadi orang lain merupakan perbuatan yang lebih rendah lagi selain tidak sopan sama sekali.”
Kembali suasana menjadi hening menegangkan setelah terdengar kata-kata yang sama menusuknya ini. Kang Bu nampak terkejut dan dia memandang kepada kekasihnya yang berdiri di dekatnya, lalu bertanya lirih, “Yu Hwi, diakah orangnya....?” Pertanyaan yang hanya dimengerti oleh mereka berdua dan Yu Hwi mengangguk.
Melihat kenyataan ini, wajah Kang Bu menjadi merah sekali dan tahulah dia bahwa dia berada di pihak yang salah. Pria yang tampan dan lembut berpakaian sastrawan ini kiranya adalah tunangan Yu Hwi! Tentu saja, sebagai orang luar, dia sama sekali tidak berhak mencampuri pembicaraan atau urusan antara dua orang tunangan! Kang Bu adalah seorang gagah, maka kini dia merasa terpukul dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang kepada Kam Hong dengan sinar mata tak senang dan mengepal tinjunya yang besar, tidak tahu harus berkata apa atau bertindak apa!
Sejak tadi Ci Sian memperhatikan kesemuanya itu. Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada Kam Hong dan menyesalkan sikap Yu Hwi yang demikian keras kepala. Apa sih hebatnya perempuan ini sehingga berani bersikap demikian angkuh terhadap Kam Hong? Menurut penilaiannya, Yu Hwi masih belum pantas menjadi calon isteri Kam Hong, sama sekali belum pantas! Lalu dia melihat sikap Kang Bu, melihat betapa Kang Bu dan Yu Hwi saling berpegang tangan dan mengertilah dara ini. Hatinya terasa panas sekali dan tiba-tiba dia terkekeh.
Suara ketawa yang halus nyaring ini tentu saja seperti halilintar memecah kesunyian yang menegangkan itu sehingga semua orang memandang kepadanya. Ci Sian berjebi, bibirnya yang kecil mungil dan merah itu meruncing dan dia memandang kepada Yu Hwi dan Kang Bu, lalu berkata dengan suara mengejek sekali. “Laki-laki yang merebut calon isteri orang dan perempuan yang sudah bertunangan masih bergandeng tangan dengan laki-laki lain, sungguh merupakan pasangan yang setimpal sekali!”
Bukan main hebatnya ejekan ini yang ditujukan kepada Kang Bu dan Yu Hwi. Wajah Yu Hwi sampai menjadi pucat dan wajah Kang Bu menjadi merah bukan main dan tangan mereka yang saling bergandengan itu tiba-tiba terlepas.
“Ci Sian....!” Kam Hong menegur karena dia merasa betapa ejekan itu melampaui batas, terlalu kasar dan menusuk perasaan walau pun dia mengerti bahwa dara itu melakukan ejekan karena kasihan kepadanya dan marah kepada Yu Hwi dan pria gagah perkasa itu.
“See-thian Coa-ong....,” terdengar suara Kang Bu dalam dan berat, menggetar dan membuat jantung yang mendengarnya ikut tergetar, “Jikalau engkau tidak mampu menghajar mulut muridmu, biarlah aku yang akan menghajarnya. Dia menghina orang keterlaluan!”
Dan tiba-tiba saja tangannya bergerak ke depan, dan dia sudah menampar
ke arah Ci Sian! Betapa pun Ci Sian memiliki gerakan cepat, namun dia
sama sekali tidak mampu mengelak lagi dan hanya terbelalak. Pada saat
itu, See-thian Coa-ong meloncat dan menangkis.
“Desss....!” Tubuh kakek itu terbanting keras ke atas tanah sampai bergulingan!
“Hemm, engkau malah melindungi muridmu yang kurang ajar itu?” kata pula Kang Bu dan kembali dia hendak menyerang Ci Sian, kini bahkan meloncat ke depan.
Akan tetapi tahu-tahu di depannya sudah berdiri Kam Hong. Kang Bu sengaja tidak mempedulikan orang ini dan tangan kirinya tetap menampar ke arah Ci Sian yang lari berlindung ke belakang Kam Hong.
Kam Hong berkata, “Sabarlah, Sobat!” Dan dia pun menangkis.
“Dukkk!” Dua lengan beradu dan akibatnya keduanya bergetar, akan tetapi tubuh Kam Hong sama sekali tidak terguncang dan dia memandang dengan sinar mata dingin.
“Hemm, tadi pun engkau telah mengajakku main-main, apakah artinya ini? Dara remaja itu tidak salah karena apa yang dikatakan itu adalah kenyataan belaka. Apakah benar-benar engkau hendak mencampuri urusan antara dua orang yang sejak kecil sudah dijodohkan untuk menjadi calon suami isteri?” berkata Kam Hong sambil memandang tajam.
Kang Bu merasa serba salah. Akan tetapi dia adalah seorang yang jujur, tidak mau berpura-pura karena sopan santun, dan dia suka bertindak atau mengucapkan apa yang terkandung di dalam hatinya. “Engkau tentu yang bernama Kam Hong, tunangan Yu Hwi, bukan? Nah, terus terang saja, aku sudah mendengar tentang engkau dan kini ketahuilah bahwa Yu Hwi tidak suka menjadi tunanganmu, dan kami berdua saling mencinta. Aku akan melindunginya, kalau perlu mempertaruhkan nyawaku untuk itu!”
“Hemm, caramu kasar sekali, sobat!” Kam Hong mencela.
“Tidak peduli, aku sudah bicara terus terang! Kalau engkau hendak memaksa dia, nah, biarlah kita memperebutkan dia melalui kepalan atau ujung senjata. Kita adalah laki-laki, tidak perlu kiranya banyak bicara!” Setelah berkata demikian, Kang Bu memasang kuda-kuda dan siap untuk berkelahi.
Tubuh Cu Kang Bu memang tinggi besar dan kokoh kuat, dan kini dia berdiri dengan tubuh tegak, dua kaki dipentang lebar, kedua tangan tergantung di kanan kiri tubuhnya, agak ditekuk sikunya dan nampak jari-jari tangannya menggetar, tanda bahwa tenaga sinkang dari dalam pusarnya telah mengalir ke seluruh tuhuh, siap untuk dipergunakan menghadapi lawan! Wajahnya membayangkan kemarahan dan kejujuran, kasar namun terbuka sesuai dengan wataknya.
Sebaliknya, Kam Hong sejak kecil telah terdidik dengan budi pekerti dan sopan santun, juga dia telah mendalami kitab-kitab Su-si Ngo-keng, juga pelajaran-pelajaran tentang kebatinan dan kesusastraan. Maka sikap Cu Kang Bu itu terasa amat kasar dan tidak sopan baginya, biar pun sebagai seorang yang berjiwa pendekar dia amat menghargai kejujuran orang itu.
Melihat betapa kekasihnya itu telah memasang kuda-kuda dan menantang Kam Hong berkelahi, hati Yu Hwi merasa khawatir juga. Memang dia tidak mau dijodohkan dengan Kam Hong, akan tetapi hal ini bukan karena dia membenci Kam Hong, melainkan karena kekecewaannya. Dahulu dia tergila-gila kepada Siluman Kecil yang dalam hal ilmu kepandaian jauh lebih tinggi dari pada tingkat Siauw Hong atau Kam Hong, maka kenyataan bahwa dia dijodohkan dengan pemuda ini sedangkan dia jatuh cinta kepada Siluman Kecil amat mengecewakan hatinya. Andai kata dia dulu tidak jatuh cinta lebih dulu pada Siluman Kecil yang dikaguminya, belum tentu dia akan menolak perjodohan yang ditentukan oleh orang-orang tua itu.
Dan kini, dia telah melakukan pilihan hatinya lagi, yaitu kepada Cu Kang Bu, pria yang dianggapnya amat gagah perkasa. Maka melihat betapa Kang Bu menantang Kam Hong, dia merasa khawatir dan dia tidak menghendaki Kang Bu bertempur melawan Kam Hong, yang bagaimana pun juga tidak mempunyai kesalahan apa-apa kepadanya. Wajarlah kalau Kam Hong yang ditunangkan dengan dia kini datang mencarinya dan mengajaknya pulang.
“Sam-susiok....!” Dia berteriak sambil mendekati Kang Bu dan menyentuh lengannya. “Jangan berkelahi....!”
Mendengar ini, Kam Hong menjadi terheran-heran. “Hemm, Susiok-nya, ya?” katanya dengan suara dingin karena dianggapnya amat aneh dan janggal jika kini tunangannya itu jatuh cinta dengan susiok-nya sendiri. Bagi dia yang telah memiliki dasar pelajaran tata susila, seorang susiok (paman guru) tiada bedanya dengan seorang paman sendiri, maka tidaklah pantas kalau terjadi hubungan cinta antara seorang keponakan dan seorang pamannya sendiri.
Mendengar kata-kata yang nadanya mencela atau mengejek itu, Cu Kang Bu segera memandang kepada tunangan kekasihnya dengan sinar mata mencorong dan dia pun berkata dengan suara lantang. “Benar, dia adalah murid Toaso-ku! Dia adalah murid keponakanku, akan tetapi kami saling mencinta dan kami hendak menikah. Hayo, kalau engkau memang seorang jantan, hadapi aku sebagai laki-laki sejati!”
Kam Hong tersenyum. “Hemm, lagaknya seperti seorang jagoan tukang pukul di pasar saja, padahal, kalau aku tak keliru mendengar tadi, engkau adalah seorang tokoh besar dari Lembah Suling Emas yang berjuluk Ban-kin-sian. Tidak tahu apa hubungannya lembah tempat tinggalmu itu dengan Suling Emas! Kalau tokohnya hanya seorang laki-laki yang sekasar engkau, aku menyangsikan apakah suling yang kalian pakai sebagai nama itu benar-benar terbuat dari pada emas, ataukah hanya tembaga yang diselaput emas?”
Ucapan Kam Hong ini selain hendak menyelidiki tentang Lembah Suling Emas, juga sebagai ejekan karena hatinya mulai panas melihat orang menantangnya tanpa ada perkaranya, hanya karena orang ini mengaku cinta kepada Yu Hwi.
“Engkau laki-laki cerewet seperti nenek-nenek! Hayo maju kalau engkau berani!” Cu Kang Bu yang tidak pandai bicara itu semakin marah.
Akan tetapi pada saat itu, Cu Han Bu sudah melangkah maju dan menjura ke arah Kam Hong. Gerakan kedua tangannya memberi hormat itu mendatangkan suara bersuit nyaring sehingga diam-diam Kam Hong terkejut sekali dan dia sudah siap menjaga diri dengan mengangkat kedua tangannya pula ke depan dada. Akan tetapi sambaran angin itu tiba-tiba berhenti di tengah jalan dan hal ini membuat Kam Hong kagum bukan main. Hanya orang yang sudah amat kuat sinkang-nya saja mampu menguasai gerakan angin tenaga yang keluar dari gerakan tangan semacam itu, maka dia mulai memperhatikan orang ini.
Seorang pria yang usianya empat puluh lima tahun kurang lebih, berpakaian sederhana sekali seperti seorang petani, bertubuh sedang dan tegap, rambutnya tidak dikuncir seperti kebiasaan orang-orang pada waktu itu melainkan digelung ke atas dan di kanan kiri kepalanya sudah terdapat banyak uban, tetapi sepasang matanya yang bersinar lembut itu mengandung wibawa yang dingin dan kadang-kadang mencorong bagaikan mata harimau.
“Perkenankan saya Cu Han Bu mintakan maaf terhadap sikap adik saya Cu Kang Bu. Maklumlah, orang yang sedang jatuh cinta kadang-kadang berkurang kesadarannya dan mudah marah kalau orang yang dicintanya terancam atau tersinggung. Akan tetapi, Saudara tadi menyinggung-nyinggung tentang Lembah Suling Emas. Ketahuilah bahwa kami keluarga lembah sejak turun-temurun adalah orang-orang yang menjunjung tinggi keluarga Suling Emas yang menjadi nenek moyang kami, maka Saudara yang telah berani meremehkan keluarga Suling Emas, agaknya memiliki kepandaian yang berarti. Maka, biarlah sekarang adikku Cu Kang Bu mencoba kepandaianmu, bukan untuk membela kekasih, melainkan untuk membela nama Lembah Suling Emas. Tentu saja kalau Saudara berani menyambutnya."
Tadinya Kam Hong sudah hendak minta maaf dan tidak melayani tantangan itu, akan tetapi tak disangkanya sikap sopan dan hormat dari orang itu ditutup dengan ucapan yang kembali mengobarkan kemarahannya. Kalimat ‘tentu saja kalau Saudara berani menyambutnya’ itu merupakan tantangan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi! Maka tersenyumlah dia, senyum yang pahit.
“Jadi kalian adalah keturunan Suling Emas? Hemmm, agaknya keluarga kalian terlalu memandang tinggi kepandaian sendiri, maka mudah saja menantang semua orang. Baiklah, kalau urusannya untuk mempertahankan nama dan menantang pibu, aku menerimanya, asal bukan untuk memperebutkan wanita!” Sambil berkata demikian, dia mengerling ke arah Yu Hwi yang menjadi merah mukanya dan gadis ini pun lalu melangkah mundur, membiarkan kekasihnya menghadapi tunangannya yang sah itu.
Dua orang pendekar itu sudah saling berhadapan. Kang Bu tetap memasang kuda-kuda seperti tadi, sedangkan Kam Hong berdiri biasa saja, namun seluruh urat syaraf di tubuhnya sudah menegang dan bergetar.
Mendadak Ci Sian melangkah maju dan berkata dengan suara lantang, “Nanti dulu, Paman Kam Hong!”
Suasana yang amat tegang itu menjadi kendur kembali dan semua mata ditujukan kepada dara lincah itu yang telah berani menghentikan dua orang sakti yang hendak mengadu ilmu.
“Paman, kita harus berhati-hati menghadapi mereka ini! Orang-orang yang telah berani menggunakan nama orang lain sebagai nenek moyangnya tentu merupakan orang-orang yang tidak boleh dipercaya! Paman hanya seorang diri saja sedangkan mereka ini begini banyak. Jangan-jangan Paman akan dikeroyok nanti, maka sebaiknya diadakan perjanjian lebih dulu. Hei, orang-orang Lembah Suling Emas! Bagaimana kalau kalian bersumpah dulu bahwa kalian tidak akan mengeroyok Paman Kam Hong?”
Mendengar ucapan ini, See-thian Coa-ong berseru, “Aihhh, Ci Sian..... apakah engkau mau mati? Engkau tak mengenal siapa Kim-siauw-kok-san-cu dan keluarganya! Mereka adalah pendekar-pendekar sakti yang tak pernah terkalahkan, yang gagah perkasa dan yang tidak pernah mencampuri urusan dunia, nama mereka bersih laksana air gunung!”
Tiba-tiba terdengar suara, “Han-ko, apakah yang telah terjadi?”
Dan belum juga gema suara itu lenyap, orangnya sudah nampak di situ seolah-olah dia pandai menghilang saja! Inilah Cu Seng Bu, orang kedua dari keluarga Lembah Suling Emas dan tokoh ini memang memiliki kelebihan diantara saudara-saudaranya dalam hal ginkang. Gerakannya amat cepat sehingga tadi pun suaranya telah datang dan masih bergema ketika tubuhnya tahu-tahu telah berada di situ tanpa nampak bayangannya!
Melihat ini, See-thian Coa-ong yang tadi kata-katanya terputus, kini melanjutkan kata-kata yang ditujukan sebagai teguran kepada muridnya itu, “Ah, ahhh.... kini lengkaplah sudah dan mataku yang memang hari ini untung besar. Ci Sian, lihatlah baik-baik dan kenalilah orang-orang sakti di masa ini. Pemilik Lembah Suling Emas yang pertama itu adalah pendekar Cu Han Bu yang berjuluk Kim-kong-sian (Dewa Sinar Emas), dan yang kedua dan baru datang ini adalah Cu Seng Bu yang berjuluk Bu-eng-sian (Dewa Tanpa Bayangan), kemudian yang ketiga dan tinggi besar itu adalah pendekar Cu Kang Bu yang berjuluk Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati). Mereka adalah tiga saudara sakti majikan-majikan Lembah Suling Emas, maka jangan kau bicara sembarangan, mana mungkin akan terjadi pengeroyokan?”
“Ahhh, Suhu hanya terkesan oleh julukan-julukan! Biar pun julukannya dewa, apa dikira dewa tidak ada yang jahat? Buktinya tadi ada susiok yang berpacaran dengan murid keponakannya sendiri hendak membunuhku!”
“Ci Sian, sudahlah. Aku percaya bahwa mereka tidak akan terlalu pengecut untuk mengeroyokku. Pula, siapa yang takut dikeroyok?”
“Bagus!” Ci Sian bertepuk tangan memuji. “Itu baru suara seorang gagah sejati! Hayo, kalian penghuni-penghuni Lembah Suling Emas, kalian keroyoklah Paman Kam Hong kalau kalian memang tebal muka!”
“Bocah bermulut kotor!” Tiba-tiba Yu Hwi membentak dan melotot kepada Ci Sian. “Dari pada banyak mulut, mari kita lanjutkan pertempuran tadi sampai seorang di antara kita mampus dan tidak dapat mengoceh lagi!”
“Yu Hwi, kau mundurlah dan jangan layani anak-anak. Sobat Kam Hong, benar seperti yang dikatakan oleh Han-ko tadi, mari kita saling menguji kepandaian untuk menebus kelancanganmu merendahkan keluarga kami tadi,” kata Cu Kang Bu sambil mendorong kekasihnya mundur dengan halus. Suaranya kini tenang dan sabar dan hal ini dianggap berbahaya oleh Kam Hong, maka dia pun tidak berani memandang rendah.
“Silakan, aku sudah siap sejak tadi.”
“Kang-te (Adik Kang), hati-hatilah, lawanmu ini bukan orang lemah,” kata Cu Seng Bu kepada adiknya.
“Aku mengerti, Seng-ko,” jawab adiknya.
Dua orang pendekar itu segera saling mendekati dan semua orang memandang dengan penuh perhatian dan hati tegang, karena betapa pun tenang sikap mereka berdua, semua maklum bahwa di balik pibu ini terdapat semacam ‘perebutan’ atas diri Yu Hwi! Yu Hwi sendiri merasakan hal ini dan wajahnya menjadi merah sekali, jantungnya berdebar.... girang dan bangga! Dia merasa bagaikan seorang puteri yang diperebutkan oleh dua orang pahlawan perkasa seperti yang terjadi dalam dongeng!
Memang naluri kewanitaan selalu mendorong perasaan hati wanita untuk condong ke arah ingin dicinta, ingin dikagumi, ingin dimanja, ingin diperhatikan dan tentu saja semua itu memuncak apabila dirinya diperebutkan! Dan dia tidak merasa khawatir karena dia maklum benar akan kelihaian kekasihnya, Cu Kang Bu. Dia sendiri sudah merasakan betapa saktinya pemuda ini sehingga dia sendiri, yang semenjak kecil telah menerima latihan ilmu-ilmu silat tinggi seperti tidak mampu apa-apa berhadapan dengan Cu Kang Bu.
Dan apakah kepandaian Kam Hong? Dahulu, ketika dia mengenalnya sebagai Siauw Hong, kepandaian pemuda itu tidak banyak selisihnya dengan kepandaiannya sebelum dia menjadi murid Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu, bahkan mungkin dia masih unggul sedikit. Andai kata sekarang kepandaian pemuda itu sudah meningkat maju sekali pun, rasanya tidak mungkinlah kalau akan mampu menandingi ilmu kepandaian Cu Kang Bu yang dia anggap tidak akan kalah oleh Pendekar Siluman Kecil sekali pun.....
Komentar
Posting Komentar